Tonight

Jasmine menunggu Azzam di balik pintu, setelah lelaki itu masuk, Jasmine mencium tangannya lalu Azzam terburu-buru ke kamar mandi karena baju nya penuh noda minyak.

Sambil menunggu, Jasmine beranjak ke kamar, merapikan lemari gantung kemudian bercermin memperhatikan dirinya sendiri, ia sedikit merias wajahnya. Ini kali pertama Jasmine menggunakan lipstik karena sebelumnya ia terkenal perempuan tomboy.

Saat masih sibuk bercermin, Azzam masuk ke dalam kamar dalam kondisi telanjang dada. Rambutnya basah dan tersibak ke atas. Padahal Jasmine melihat Azzam sebatas dari pantulan kaca, tetapi jantungnya sudah berdegup tidak karuan.

“Kak... pake baju...” cicit Jasmine tanpa menoleh sedikitpun.

“Iya, nanti, saya gerah.”

Ia kembali berpura-pura merapikan rambutnya yang padahal sudah rapih itu. Jujur Jasmine terkejut melihat badan suaminya yang ternyata bagus dan terawat. Sudah jelas alasannya karena Azzam menyukai olahraga, seperti berenang, memanah dan berkuda. Tak jarang lelaki itu juga pergi ke gym untuk menjaga bentuk tubuhnya.

“Jasmine,”

“I-iya?”

“Udah belum ngaca nya?”

“Kenapa emang?”

“Saya mau nagih janji kamu.”

Jasmine menutup mata rapat-rapat sembari menggigit bibir bawahnya. Ia memang berniat memeluk Azzam saat lelaki itu tiba dirumah. Namun kalau begini penampilannya, Jasmine ingin mengurungkan niat saja.

“Jasmine? Kamu udah cantik, jangan ngaca terus.”

Gadis itu berbalik badan menghadap Azzam yang masih berdiri di belakang pintu. Lelaki itu balik menatapnya. Suhu tubuh Jasmine semakin menurun saat tiba-tiba Azzam merentangkan tangannya.

“Jadi, kan?”

Jasmine mengangguk malu, lalu berjalan perlahan mendekat.

Greb.

Tangan Azzam langsung menangkap tubuh Jasmine seutuhnya. Meskipun sedikit canggung, tetapi pelukan ini terasa nyaman, menenangkan dan tidak ada rasa was-was diantara mereka, karena jika sudah halal, apa yang harus ditakutkan?

Mereka sama-sama terdiam, namun detak jantung mereka seakan saling bersahutan. Azzam semakin mengeratkan pelukannya, dan tangannya kian naik untuk mengelus punggung Jasmine, menyalurkan kenyamanan dan rasa hangat untuknya.

“Kayak gini terus, ya, Kak?”

“Iya.” Azzam memejamkan kedua matanya lalu mencium helaian rambut gadis yang kini berada di pelukannya, “tapi saya pegel.”

Kemudian Jasmine mengendurkan tangannya untuk melihat wajah Azzam. Seperti ada sesuatu yang ingin ia ucapkan namun saat melihat wajah pria itu pikirannya seketika buyar.

“Kenapa?” Azzam dengan suara rendahnya terdengar jelas karena kondisi ruangan yang senyap.

Jasmine hanya menggeleng pelan. Hendak kembali menenggelamkan kepalanya di dada Azzam tetapi lelaki itu menunduk mendekat ke wajahnya. Sangat dekat, hingga deru nafas Azzam terasa hangat di kedua pipi Jasmine.

“K-kak? Kita ng-nggak ngaji?”

“Kayaknya libur dulu. Saya capek, kalo pelukannya sambil tiduran aja gak apa-apa, 'kan?”

Pertanyaan Azzam sukses membuat sekujur tubuh Jasmine bergetar. Tapi ia tak dapat bergeming karena Azzam memeluknya erat.

Tak menunggu gadis itu menjawab, Azzam pun membawa tubuh Jasmine untuk mendekat ke arah ranjang. Ia melepas sebelah tangannya untuk mematikan sakelar lampu dan hal itu semakin membuat detak jantung Jasmine seolah ingin berhenti.

“Kak...”

“Boleh, ya?”


© Jupiter Lee