Sekali Jasmine, Selamanya Jasmine.

image


Bisa sekalian dengerin musik ya!👇🏽

Coboy Junior 3 · AFGAN – BAWALAH CINTAKU


Suatu hari di tahun 2030.

Pagi itu fajar menyingsing merdu dengan kicauan burung yang terdengar samar-samar, ditemani sehembus angin yang menusuk sampai ke tulang rusuk, hawa sejuk embun menyelimuti raga, seakan meminta untuk direngkuh sampai fajar berganti senja.

Saya berhenti memandangi langit dari balik jendela dan berjalan terhuyung-huyung ke arah dapur. Terlihat ada perempuan yang sibuk menumis bumbu nasi goreng di sana. Sepertinya dia tak menyadari kehadiran saya, sebab fokusnya terpaku pada wajan yang berisikan lauk sarapan.

“Jasmine,”

Panggilan saya tak di dengar, atau memang Jasmine tidak mendengar. Akhirnya saya memilih untuk menghampiri Jasmine, memeluk tubuhnya dari belakang. Saat itu saya tahu Jasmine terkejut sekaligus berdebar, mungkin karena sudah lama sekali saya tidak memeluknya begini.

“Apa?”

“Mmm..., gak apa-apa.”

Jasmine tetap fokus pada masakannya dan tak memedulikan saya yang kini menyandarkan kepala di bahu kanannya. Aroma tubuh ini tak pernah berubah, masih sama seperti sepuluh tahun yang lalu.

“Mau apa, sih?” tanya Jasmine lebih tegas dari sebelumnya.

“Peluk aja gak boleh?”

“Malu, nanti anak-anak liat.”

Saya melirik nasi goreng yang sepertinya sudah matang. Lantas saya matikan kompor dan saya bawa Jasmine menuju kamar kembali.

Kami berdiri di depan jendela yang masih menunjukkan langit dengan semburat jingga yang pekat, membuat wajah Jasmine pada saat itu berkilau keemasan.

Cantik. Masih cantik. Entah memang cantiknya yang tak pernah pudar, atau cinta yang membuat Jasmine selalu sama setiap harinya.

Jika Jasmine memandangi langit di depannya, saya tidak, sebab pandangan saya terkunci pada wajahnya yang tak berubah sama sekali. Jernih obsidiannya, manis ranumnya, serta merah pipinya masih sama seperti Jasmine 10 tahun lalu.

“Kamu kenapa ngeliatinnya kayak gitu? Aneh banget dari tadi, abis mimpi apa, sih?”

Saya tertawa melihat salah tingkahnya. Kemudian saya tuntun pandangan Jasmine agar melirik kalender yang terpampang di atas meja. Kalender yang menunjukkan bahwa hari ini adalah hari pernikahan kami yang ke-10.

“Eh? Hari ini...”

“Selamat 10 tahun pernikahan, Jasmine. Maaf kalo selama ini saya banyak kurangnya. Harapan saya nggak pernah berubah, saya cuma mau kita bisa terus menikmati hari-hari bersama. Terima kasih karena mau bertahan, jangan pernah pergi, ya?”

Tubuh saya sedikit terdorong ke belakang saat Jasmine mendadak memeluk dengan erat. Isak tangisnya perlahan menggema di segala penjuru ruangan.

“Terima kasih juga karena mau bertahan sama aku yang keras kepala, aku yang bilangnya mau berubah padahal nggak. Maaf karena aku lebih banyak kurangnya.”

“Bukan manusia kalo nggak punya kekurangan. Selama nafas masih mengalir sampai nadi, kita masih punya kesempatan untuk lebih baik lagi, nggak ada kata terlambat untuk berubah. Saya mohon, jangan pernah lepas genggaman tangan saya, ayo sama-sama lengkapi kekurangan yang ada, ayo sama-sama perbaiki hubungan yang sempat dihiasi luka. Ya, Jasmine?”

Saya kembali memeluknya dengan sejuta harapan yang pagi itu saya semogakan. Mungkin, di mata orang lain, Jasmine hanyalah perempuan biasa yang tak memiliki kelebihan apa-apa.

Tapi di mata saya berbeda. Jasmine sungguh perempuan paling luar biasa yang pernah saya temukan setelah Ummi. Dari sifatnya yang terlihat keras kepala dan manja, Jasmine menyimpan banyak alasan yang membuat saya sebegitu jatuh cinta. Entah akan habis seberapa banyak botol tinta jika saya tuliskan tentangnya.

Ah, begini singkatnya.

“Ini Haura Jasmine, perempuan saya, selamanya.”

Lamunan yang khusyuk mendadak buyar saat Jasmine melepas pelukan ini. Perlahan mata nya menyipit membentuk bulan sabit, dengan ranumnya yang terukir manis.

“Kak, janji kalo aku perempuan terakhir dihidup kamu, ya?”

“Sekali Jasmine, selamanya Jasmine.”