#Pacaran

image


[ POV JASMINE ]


Matahari perlahan bergerak turun ke Barat, menandakan waktu kian menyore. Aku membuka Jendela kamar, menampakkan sang langit yang temaram, padahal tadi siang cerah menyengat.

Terlalu lama memandangi atap bumi itu, bahuku di tepuk lembut dari belakang. “Jasmine? Ngeliatin apa?” tanya seseorang yang menepuk bahuku.

Aku menoleh, tak langsung menjawab melainkan memandang kagum padanya. Tampan. Hanya itu yang terlintas di kepalaku saat melihat wajahnya. “Eh, nggak, cuma langitnya agak mendung gitu, Kak.”

Kemudian lelaki itu ikut melihat ke arah jendela, “iya, ya, yang penting nggak hujan.” Katanya.

“Kalo nanti hujan?”

“Kita hujan-hujanan.”

Pria bernetra hitam itu selalu saja mempunyai jawaban akan pertanyaan-pertanyaanku. “Baru sembuh juga,” aku menyikut lengannya pelan.

“Yaudah, ayo.”


Kami mengitari Kota Bogor menggunakan motor. Sesuai dengan permintaannya, aku ikut saja.

Sesekali mataku terpejam menikmati terpaan angin yang menyapu setiap sudut wajahku, sembari aku memeluk punggung hangatnya. Ia membuka suara, “dingin nggak?” aku hanya menggeleng, kemudian meletakkan dagu di atas pundaknya.

“Lebih enak naik motor, 'kan?”

“Iya, bisa peluk Kakak, hehehe.”

Tak lama ia memarkirkan motornya di tepi danau yang aku inginkan. Sangat indah. Disini tempatku pertama kali dengan Deka, meskipun sekarang hanyalah kenangan, aku sudah berhasil melupakan.

“Cantik, ya...” gumamnya.

Aku menoleh, “danau di sini emang can—”

“Kamu. Cantik yang saya maksud itu kamu.” Selanya cepat, bahkan sebelum bibirku tertutup rapat.

Semburat merah menggerayangi kedua belah pipiku. Panas. Rasanya seperti ingin berteriak saja. “Apa, sih? Ngerdus mulu.” Gerutu sebal dariku itu hanya ditanggapi dengan sebuah usapan hangat di punggung.

“Dari kemarin marah-marah terus, saya nyebelin, ya?”

“Iya! Itu tau!”

Ia hanya tertawa. Tawanya yang selalu membuat hatiku lemah seketika.

“Kakak mau ngapain sebenernya? Tiba-tiba banget ngajak keluar kayak gini?”

Tidak langsung menjawab, ia menggeser tubuhnya menjadi tepat di belakangku. Aku merasakan lengannya bergerak untuk melingkar di atas perutku. Geli. Karena aku mendengarkan hembusan nafasnya.

“Kak...”

“Saya nggak pernah pacaran, jadi saya mau tau rasanya pacaran. Yang halal.”

Aku hanya berdiam diri, membiarkan ia nyaman dalam posisinya. Entah sampai kapan pria itu akan bertengger di pundakku. Kami sama-sama membisu. Hening, hanya diisi suara angin yang bertabrakan dengan dedaunan serta gemercik air pancuran.

“Udah, ah, pelukan mulu kaya teletubbies,” cebikku berusaha melepaskan tangan kekar yang masih setia melingkar itu.

Ia mengalah. Melepaskan pelukannya dan membawa tubuhku untuk berhadapan dengannya. Sontak kedua mataku membulat sempurna usai melihat betapa indahnya makhluk Allah yang kini menatapku juga.

Azzam dengan kulit putihnya, bibir merah muda cerah, sepasang mata yang cantik, ditambah dengan rambutnya yang sedikit terangkat karena terkena angin membuat ia semakin indah. Terkadang aku sendiri masih gugup untuk menatapnya.

“Kenapa merah gitu mukanya?”

“Hah? Ng-nggak tuh.” Aku berusaha menunduk untuk menyembunyikan wajahku yang sudah seperti kepiting rebus.

Tetapi Azzam justru menarik dagu ku seraya berkata, “humairah-nya Azzam.

Jelas aku tidak mengerti hingga aku hanya mengernyitkan dahi, “maksudnya?”

Humairah itu panggilan sayang dari Rasulullah buat Aisyah. Artinya yang berkulit kemerah-merahan. Karena Aisyah itu pipi nya merah, jadinya Rasulullah panggil Humairah.

“Emang pipi aku merah?”

“Iya, lucu, saya cium boleh nggak?”


© Jupiter Lee