Kelabu

setel lagi rekomendasinya biar bacanya makin ashhsdkkshsks

Jasmine memijat kuat pelipisnya karena memang sejak turun dari mobil tadi kepalanya terasa sakit. Tak lama setelah itu, sebuah suara familiar terdengar memberikan salam dari luar pintu, membuat Jasmine menggerutu.

Kemudian tanpa mengenakan jilbabnya terlebih dahulu, Jasmine langsung membuka pintu itu lebar-lebar, menampakkan sosok Azzam yang menatapnya terkejut dan langsung membalikkan tubuhnya membelakangi Jasmine.

“Pake dulu jilbabnya,” titah Azzam masih memunggungi Jasmine.

“Ck, udah lah biar aja.”

“Yaudah, aku pamit pulang, ya,”

“Katanya mau ngobrol?” kedua alis Jasmine menukik tajam.

“Mana bisa saya ngobrol kalo kamu nggak pake jilbab gitu, Jasmine?”

Gadis itu mendelik, ia menghentakkan kakinya masuk ke dalam lagi. Dengan malas dan terpaksa, ia memakai jilbab asal-asalan, tak peduli Azzam melihat dirinya jelek atau berantakan.

“Dah.”

“Bener?”

“Iyaaaa.”

Azzam membalikkan badannya pelan-pelan, melirik Jasmine sekilas lalu membuang pandangannya lagi.

“Mau ngobrol disini atau di ruang tamu?” tanya Jasmine dengan nada yang cukup tinggi.

Azzam meletakkan makanan yang ia bawa ke atas meja yang terpampang di teras rumah, dan mengambil kantong yang berisi obat-obatan.

“Kalo kamu masih pusing, saya nggak akan ajak ngobrol sekarang kok, kamu istirahat aja. Ini obatnya saya beli kebanyakan, ada obat pusing, obat mual, sama ada vitamin. Seblak nya saya beli juga, cuma nggak terlalu pedes, terus—”

“Jangan kayak gini,” Jasmine menyela dengan cepat.

“Kayak gimana?”

“Lo nyusahin gue, Zam, nyusahin.”

“Umi Abi saya minggu depan mau bicarain perjodohan ini lagi, mereka mau tau kejelasan kamu, karena kamu ini masih kelabu buat saya, Jasmine.”

Jasmine menunduk, memainkan kedua kakinya, “nggak tau.”

Azzam menghela nafas lalu menghembuskan nya ke udara. Lelaki itu melipat kedua bibirnya ke dalam dan menatap rembulan yang bersinar terang di langit malam bertabur bintang itu.

“Saya minta maaf,”

“Maaf buat?”

“Saya minta maaf karena saya bikin kamu ada di situasi sulit ini, saya tau ini pasti berat buat kamu, apalagi saya termasuk orang asing yang tiba-tiba di jodohkan sama kamu,” pandangan Azzam beralih pada Jasmine yang masih setia menunduk.

Gadis yang mengenakan jilbab biru tua itu mengangkat kepalanya perlahan, mendaratkan tatapannya pada kedua manik hitam legam pria di depannya.

“Gue nggak ngerti sama perasaan gue sendiri, gue nggak mau di jodohin sama elo, tapi di lain sisi gue juga nggak bisa nolak dan gue gak ngerti alasan gue gak bisa nolak itu karena Ayah gue, atau karena...” Jasmine menggantung kalimatnya yang membuat dahi Azzam berkerut penasaran.

“Karena?”

“Karena gue mulai suka sama elo? Ah, gue nggak tau pokoknya kita jalanin aja,” jawab Jasmine frustasi.

“Apa yang nanti kita jelasin kalo minggu depan orang tua kita tanya tentang ini? Mereka mau tau, kamu bersikeras nolak saya, atau kamu bersedia menerima saya,”

Pertanyaan Azzam yang terlontar barusan benar-benar membuat kepalanya semakin pening, ia tidak tahu ingin menjawab bagaimana lagi.

“Yaudah, kamu masih punya waktu seminggu buat pikirin ini, saya nggak maksa kamu buat jawab sekarang. Kamu istirahat, ya? Obatnya di minum. Saya minta maaf udah ganggu waktu istirahat kamu,”

“Iya.”

“Saya harap kamu mau menerima perjodohan ini, karena saya udah melangkah terlalu jauh. Saya punya rasa sama kamu, saya punya cinta dan itu bukan cinta biasa, terlebih lagi kalau kamu yang memiliki cinta saya, Jasmine.”

Hening. Tidak ada jawaban apapun dari gadis itu.

“Kamu jangan anggep saya manusia sempurna, kamu jangan merasa kalo kamu nggak pantes buat saya. Karena saya juga manusia, saya punya kekurangan, dan saya harap kita bisa saling melengkapi, kalau kamu bisa menerima saya nanti.”

Lagi-lagi Jasmine hanya terdiam membisu. Hingga Azzam akhirnya memilih untuk pamit berpulang.

“Saya pulang, ya, salam sama Ayah Bunda kamu. Assalamu'alaikum.”

“Waalaikumusalam.”

Setelah Azzam lenyap dari pandangannya, Jasmine langsung masuk ke dalam dan membanting pintu dengan keras. Kepalanya ia sandarkan di belakang pintu, perlahan merosot hingga dirinya jatuh terduduk di bawah.

“Perempuan mana yang nggak akan jatuh hati kalo perlakuan lo kayak gini, Azzam?”