AZZAMINE

CW // Harsh Word CW // Kissing Nanti setel lagu rekomendasinya di tengah-tengah cerita aja hshshs.


Seperti yang orang-orang tahu, Jasmine tidak akur dengan tetangga sebelahnya. Meskipun awal tetangga baru itu menetap di sebelah rumah Jasmine, ia selalu bersikap baik layaknya yang selalu Azzam ingatkan padanya. Akan tetapi sikap baik Jasmine tak dibalas dengan sikap baik pula. Pribahasa nya, air susu dibalas dengan air tuba.

Tetangga yang dikenal pasangan baru menikah itu rupanya tidak terlalu harmonis, bahkan suaminya nyaris selalu bersikap genit pada Jasmine, sementara istrinya jarang terlihat ada di rumah.

Hingga pada suatu sore, Jasmine sedang menggunting daun mati tanaman hias di pekarangan rumahnya, tetapi tiba-tiba Mas Hadi—tetangga baru Jasmine itu datang dan memperhatikan kegiatan yang sedang Jasmine lakukan.

“Hei, lagi apa?” lelaki itu menumpu tangannya di atas tembok pembatas antara rumah mereka.

“Gak liat emangnya, Mas?” jawab Jasmine ketus.

Sejujurnya ia sudah malas meladeni lelaki itu. Meskipun Mas Hadi memiliki paras yang cukup tampan, sikapnya membuat siapapun hilang respect padanya.

Jasmine belum selesai menggunting pepohonan nya tetapi ia sudah muak dengan Mas Hadi yang terus-terusan memperhatikannya dengan tatapan yang tidak biasa. Hingga saat Jasmine beranjak tergesa-gesa, ia tak sengaja menginjak rok panjangnya hingga terjatuh. Mas Hadi yang melihat kejadian itu sontak ingin menjadi pahlawan kesiangan. Oh, karena sudah sore menjadi pahlawan kesorean.

Padahal Jasmine tidak meminta, namun ia dengan tidak sopannya masuk ke halaman rumah Jasmine dan berniat untuk membantu gadis itu berdiri. Meski niatnya baik, tetap saja caranya salah, 'kan? Bukan berarti seenaknya menyentuh wanita yang bukan miliknya. Toh, Jasmine hanya terjatuh biasa dan masih bisa bangun sendiri.

“Tolong jangan pegang saya! Saya bisa bangun sendiri!” titah Jasmine dengan nada tinggi. Ia takut, ia membutuhkan Azzam di sisinya.

Disaat yang bersamaan, sebuah suara wanita meneriakinya dengan keras. Meneriaki dengan sama tidak sopannya.

“Heh, murahan!”

Jasmine yang masih terduduk itu mendadak lemas karena mendapat sebutan seperti itu dari orang yang sama sekali tidak dekat dengannya.

Gadis berambut panjang, dengan setelan serba coklat-hitam dan riasan yang menor berjalan mendekati Jasmine dan memaksanya untuk berdiri. Dia juga tak segan mendorong tubuh Jasmine hingga terhuyung ke belakang.

“Kamu itu emang nggak punya harga diri, hah?! Udah punya suami kok masih suka gangguin suami orang?! Emangnya suami kamu itu gak cukup?!”

Jasmine marah, Jasmine sakit hati, ditambah Jasmine malu karena beberapa warga sekitar melirik tanpa mau membantunya. Mungkin tabiat warga komplek sini seperti itu, seperti tidak peduli sosial.

“Jawab!”

“Suami kamu yang godain saya!”

Dengan wajah tanpa dosa, Mas Hadi menggeleng kukuh seraya menyudutkan Jasmine seakan dia lah yang digoda, bukan yang menggoda. Kurang ajar.

Gadis yang tidak Jasmine ketahui namanya itu tiba-tiba menarik jilbab yang membalut kepalanya, untung saja tidak terlepas karena Allah masih melindungi aurat Jasmine. Ia benar-benar berada dipuncak emosinya. Jika Jasmine mau, ia bisa saja menjambak atau bahkan memukul gadis itu hingga masuk UGD, tetapi Jasmine memilih menggunakan kepala dingin. Ia tak mau mengecewakan Azzam lagi.

“Mana suami kamu?! Panggil!”

Jasmine sesegera mungkin meraih ponsel di kantong rok nya dan mencari kontak Azzam dengan jari yang bergetar.

“Dasar jelek gak tau diri. Udah punya anak dua, nggak becus juga ngurusnya, malah godain laki-laki lain!”

Semakin hati Jasmine seperti dicabik-cabik. Sudah disebut murahan, kini disebut tak becus mengurus anak. Padahal orang yang menyebutnya tak becus itu belum memiliki pengalaman dalam mengurus anak.

Selain menahan emosi, Jasmine juga menahan tangisannya, mati-matian.


Mendapat pesan singkat sekaligus satu buah pesan suara singkat dari Jasmine, Azzam langsung meminta izin untuk pulang. Ia merasa ada yang tidak beres di rumah.

Setiba di sana, ia membiarkan mobilnya terparkir di depan gerbang karena melihat ada dua orang yang terlihat sedang memarahi Jasmine. Langkahnya cepatnya berubah menjadi lari.

Azzam langsung mendekap erat Jasmine dengan melayangkan tatapan nyalang pada kedua orang di depannya.

“Maksudnya apa?” tanya Azzam dingin. Raut wajahnya berubah menjadi sedikit lebih menyeramkan.

“Tolong ya, Mas, itu istrinya dijagain biar nggak gatel sama suami saya!”

“Kamu itu jarang di rumah. Kamu tau apa aja yang dilakuin suami kamu selama dia sendiri? Dia yang gangguin istri saya.”

“Saya liat pake mata kepala saya sendiri!”

“Mata kamu sehat. Tolong liat siapa yang nyamperin? Suami kamu, atau istri saya?”

“Ya emang suami saya yang nyamperin, tapi pasti dipancing sama dia! Emang kalo udah dasarnya murahan ya murahan! Percuma pake jilbab juga.”

Jasmine memeluk erat Azzam kala merasakan nafas pria itu memburu. Raut wajah Azzam benar-benar murka, hatinya tersayat saat mendengar perempuannya direndahkan di depan matanya.

“Kamu siapa? Kamu tau apa tentang perempuan saya? Harusnya kamu tanya sama suami kamu.”

Lagi-lagi Mas Hadi tak ingin disalahkan dan berusaha mencari alasan.

“Bahkan sebelum kamu bicara, wajah kamu itu udah menggambarkan kalau kamu itu pembohong, Hadi. Jangan memutarbalikkan fakta yang ada!”

Mas Hadi tersentak dengan ucapan Azzam, ia bergidik ngeri saat tatapannya menangkap sorot mata Azzam yang marah dan menuntut dirinya untuk jujur. Dan itu berakhir dengan dirinya menyuruh sang istri pulang. Mereka pulang tanpa meminta maaf, tanpa mereka tahu mereka telah melukai hati Jasmine begitu dalam.


Ayo setel lagu rekomendasinyaaa! HSHSHSH awas mencairrrr!


“Kak... sakit...”

Azzam membawa Jasmine masuk ke dalam karena ia tak ingin banyak orang memperhatikannya. Sekilas Azzam melongok ke dalam kamar anaknya, ia melepas nafas lega karena kedua bocah itu tertidur dengan nyaman.

“Mau saya ambilin air minum?”

Jasmine hanya menggeleng dengan sudut-sudut mata yang sudah tidak sanggup menahan air mata.

Dalam posisi yang masih berdiri itu Azzam mendekapnya lagi. “Nangis aja.”

Lantas tumpah ruah air mata Jasmine hanya karena direngkuh dengan pria itu. Sedangkan Azzam hanya diam membiarkan Jasmine untuk menumpahkan emosi tertahannya.

“Tadi emangnya kenapa, hm?”

Jasmine mengambil nafas sebelum menjelaskan, tetapi hidungnya sulit dimasuki udara.

“Tadi aku kayak biasa, digodain dia, Kak. Terus aku mau cuekin, aku masuk ke dalem, tapi aku nggak sengaja jatoh. Dia tiba-tiba masuk ke halaman mau angkat badan aku. Eh, pas banget istrinya dateng langsung marah-marah kayak gitu. Aku nggak salah, 'kan, Kak? Aku nolak buat dibantu berdiri kok.”

“Nggak. Kamu nggak salah. Emang mereka yang kurang ajar.”

“Tapi aku dimaki-maki. Aku dibilang murahan, jelek, nggak bisa urus anak. Sakit banget, Kak.”

Jasmine kembali menenggelamkan wajahnya di dada Azzam. Karena hanya pelukan dari pria nya, hati Jasmine tenang seketika. Ibaratnya, Azzam adalah rumah ternyaman yang pernah Jasmine singgahi.

“Kamu jangan pernah dengerin perempuan tadi ya. Cukup dengerin saya. Denger ini, Jasmine.”

“Iya...”

“Petama, kamu sama sekali nggak murahan. Kamu selalu ngejaga diri dari banyaknya laki-laki yang sering ganggu kamu.”

“Kedua, kamu nggak jelek, siapa yang bilang kamu jelek sini debat sama saya. Orang cantik banget kayak gini, mereka yang bilang kamu jelek harus cek ke dokter mata, pasti ada yang bermasalah.”

“Ketiga, kamu bener-bener berusaha jadi Bunda yang sempurna buat Abi sama Shereen. Kalau saya jadi mereka, pasti saya bakal jadi anak paling bahagia karena punya Bunda sehebat kamu.”

“Ini Jasmine. Perempuan saya yang paling hebat. Seluruh dunia harus tau betapa bangganya saya sama kamu, betapa sayangnya saya sama kamu, dan betapa saya nggak mau liat kamu dilukai. Lancang mereka kalo berani ngelukain perempuan yang saya jaga sepenuh hati.”

image

“Kak...”

“Iya? Udah nangisnya?”

“Aku sayang banget sama Kakak. Aku nggak bisa ngomong apa-apa lagi karena Kakak sesulit itu buat dideskripsikan.”

Azzam melonggarkan pelukannya untuk menatap wajah Jasmine yang memerah dan lembab penuh jejak air mata. Ibu jari Azzam bergerak untuk mengusap pipi kemerahan itu hingga akhirnya Azzam mempertemukan bibir mereka.

Jasmine memilih untuk memejamkan mata dan merasakan lembutnya setiap perlakuan Azzam padanya.

Ia mengalungkan tangannya di leher Azzam dengan pautan yang belum terlepas. Ia turut merasakan hangat dan manisnya bibir Azzam yang menyapu bibir ranum nya.

Dirasa membutuhkan pasokan udara, Azzam melayangkan kecupan singkat di setiap sudut wajah Jasmine.

Kemudian mereka menoleh bersamaan kala mendengar suara pintu kamar yang terbuka, memperlihatkan si kembar dengan wajah khas baru bangun tidur.

“Bunda??? Nangis???” Abizar bertanya dengan mimik wajah penuh kekhawatiran.

Tanpa basa-basi Azzam menggendong kedua anaknya itu, membawa mereka untuk menatap mata sang Bunda. Kini, di depan Jasmine terdapat tiga pasang mata yang menatapnya dengan penuh cinta.

“Bunda cantik nggak?”

Mendengar pertanyaan dari Azzam, mereka berdua mengangguk bersemangat dan mengundang senyum di wajah Jasmine.

“Coba cium bunda nya.”

Abizar dan Shereen mencium kedua belah pipi Jasmine bersamaan. Begitu pula dengan Azzam yang mencium hangat pucuk kepalanya.

“Jangan khawatir, kita bertiga sayang sama kamu dan bakal terus ada buat kamu.”

Rasanya Jasmine ingin menangis lagi, namun kali ini adalah tangisan haru. “Makasih...”

“Ayah, Bunda nangis lagi.”

“Kalo gitu ayo kita cium lagi!!”


© Jupiter Lee