DAMAI

Sesampainya mereka di arena, Arman langsung di sambut tidak ramah dengan Raka—pimpinan ‘Arena 911’.

“Tenyata lo dateng, Run.”

Harun, katanya. Raka memang tidak tahu jika orang yang ada di balik helm full-face itu adalah Arman. Sedangkan Harun berada di tepi arena bersama Anna dan Sean.

“Harun, Papa—”

“Jangan panggil gue Harun! Karena gue lagi tukeran posisi sama Papa lo!”

“Ey calm down, bro.” Sean ikut menimbrung.

Tak lama Raka mendekat menghampiri Anna dipinggir sana. Tatapannya pada Anna itu errr seperti penuh hasrat.

Melihat hal itupun Harun menggenggam lengan Anna dan disembunyikan di balik tubuhnya.

“Hai, Anna, cantik banget.” Sapa nya dengan nada yang menjijikkan.

Harun pun semakin menarik Anna ke belakang badannya

“Lo siapa? Bokap nya?” Raka mengabsen tiap inci tubuh Harun.

Harun tak berani membuka suara karena takut dirinya ketahuan, itupun ia tak melepas helm. Untung saja Sean peka dengan situasi ini.

“Mesum banget muka lo ya, monyet, jauh-jauh lo!”

“Ok, tunggu gue menang ya, nanti kita main.” Raka hendak menyentuh dagu Anna, namun di tepis kasar dengan Harun.

Setelah itu aksi balapan itu pun dilaksanakan. Dua orang yang sedang bersiap di garis start itu adalah Arman dan Raka, mereka sama-sama memainkan gas motornya sebagai pemanasan.

Hingga saat bendera telah di angkat, kedua motor itu melaju dengan sangat cepat. Awalnya Raka memimpin di depan, tapi tak lama Arman menyusul Raka dan menyamakan posisinya.

Papa gak akan biarin laki-laki sampah ini nyentuh kamu seujung kuku sekalipun.

Putaran pertama dimenangkan dengan Arman, akan tetapi putaran kedua dimenangkan dengan Raka. Karena poin mereka seimbang, dibutuhkan putaran terakhir untuk menentukan pemenangnya.

Hembusan angin dari dua motor balap itu membuat Anna hampir terkejut dan hampir kehilangan keseimbangannya, lalu terjatuh, kedalam pelukan Sean.

“Mundur makanya,”

“Nggak! Aku takut Papa kenapa-napa. Kamu kan tau udah bukan umur Papa buat ikutan balapan kayak gini!” Bentak Anna pada Sean dengan sudut mata yang berkaca-kaca.

Harun menghembuskan nafasnya kasar, “gak usah nangis, Papa lo itu hebat, percaya sama gue.”

Saat ketiganya sedang sibuk berbincang, sebuah peluit ditiup dan orang-orang yang menonton bersorak untuk merendahkan Raka yang ternyata kalah dalam putaran terakhir.

“ANNA LIAT! PAPA LO MENANG!”

Kemudian Arman menuruni motornya dan menghampiri Anna dengan nafas yang tersengal-sengal.

“PAPA!!!” Anna berteriak seraya berlari untuk meraih tubuh sang Papa.

Grebbb

“Bener, kan? Papa menang, kan?”

“Aku gak mau liat Papa kayak gini lagi, aku takut Papa jatuh. Janji ini yang terakhir, ya?”

“Ini bakal jadi yang terakhir, Papa janji. Kecuali kalo dia masih mau gangguin kamu.”

Harun menepuk bahu Arman sekilas. “Keren banget, Om.”

“Iya, Om, kece badai!”

“Makasih udah mau jagain anak saya.”

“Segitunya, ya, Om, sampe rela-relain buat balapan?” Harun tiba-tiba bertanya.

“Bahkan kalo harus ditukar pakai nyawa saya buat ngelindungin Anna pun saya rela.” Arman menjeda ucapannya sembari memperhatikan anak gadisnya yang dilihat semakin dewasa, “nggak akan saya kasih ampun buat orang yang berani nyakitin satu-satunya harta yang saya punya, separuh dari nafas saya dan separuh dari jiwa saya.”

Ucapan Arman berhasil membuat Harun dan Sean menunduk hampir menangis.

“Sean, ternyata orang yang selama ini gue sakitin penuh akan kasih sayang dari Papa nya, dibanding gue yang punya orang tua tapi gak pernah peduli kondisi anaknya.”

“Yang berlalu biar jadi kenangan, jadiin sebagai pelajaran supaya kalian jadi orang yang lebih baik kedepannya.”