50. Senjata Makan Tuan

Andre yang sudah turun dari motornya itu berjalan ke arah pintu kemudian mengetuknya tiga kali. Tak sampai dua detik pintu rumah itu langsung terbuka lebar, menampakkan sang pemilik rumah yang sudah menunggunya.

“LAMA IH,” gerutu Junita sembari memukul ringan lengan kiri Andre.

“Ngantri, nyet.” Jawaban si pria seraya mentoyor dahi lawan bicara.

Kemudian Setya—Ayah Junita muncul dari belakang badan anak gadisnya. Andre yang melihat Setya langsung membungkukkan badan tergesa-gesa untuk menyalami.

“Papa di Singapura gimana kabarnya, Dre?” tanya Setya sembari menepuk-nepuk punggung Andre.

“Alhamdulillah, sehat, Om.”

“Yaudah masuk gih, jangan sampe larut banget, ya. Nanti Om suruh Haru temenin.”

“Iya, Om. Cuma mau ngerjain tugas kok, hehe.” Ujar Andre yang sudah pasti berbohong.

Setelah Setya masuk, kedua remaja itupun mengikut masuk kedalam rumah. Andre menaruh plastik berisikan berbagai macam jajanan keatas meja lalu membanting tubuhnya di sofa.

“BANG ANDRE!!!” teriak Haru sembari berlari menuruni tangga.

“YOIT! GAS MABAR!” jawab Andre dengan berteriak juga

“Gak ada mabar-mabar, orang Andre mau ngobrol sama Kakak.” Junita menyela.

“Yaelah ngobrol apaan sih? Kan kalian di sekolah juga udah ngobrol mulu. Heran.”

“Tau nih, Kakak lo ngefans banget kayaknya sama gue, Ru.”

“MAAF JAVAS-KU LEBIH MENARIK.”

“Halu terosss sampe mamposss.” Timpal Haru pedas.

“Lo maen solo dulu dah, entar gue nyusul.”

“Oh, oke.”

Junita dan Andre beralih duduk di sofa belakang Haru yang sibuk memainkan konsol game didepan televisi.

Andre meneguk kaleng sodanya, “mau ngomong apa sih?” lalu menatap kedua manik mata Junita.

“Jadi gini, sekarang tanggal 12 kan?”

“Iya, terus?”

“Tanggal 14 itu hari ulang tahunnya Javas, diem dulu jangan komentar!” Junita membuat mulut Andre yang sudah terbuka itu menjadi merapat kembali.

“Iya, lanjut.”

“Lo mau nemenin gue ke Bogor Kota gak? Mau beli posternya. Mau, ya?”

“Di online gak ada? Kayak hidup di zaman batu aja.”

Junita menghembuskan nafas, “gak mau, takutnya itu fotokopian.”

“Iya gue anterin.”

“BENERAN?!” teriak Junita hingga Haru pun ikut terkejut.

“Woy udah malem jangan teriak,”

“Tapi beneran, kan?” kini Junita berbisik.

“Iya, Juni.”

Ditengah keasyikan dua anak muda itu. Setya menghampiri mereka dengan wajah yang terlihat... menyeramkan.

“Loh nggak jadi ngerjain tugas?” tanya sang Ayah dengan nada bicara yang menyudutkan.

“OWALAH IYA LUPA, YAH. GUE AMBIL BUKU DULU YA, DRE.”

Andre tersenyum canggung lalu mengangguk, “tadi ngobrol dulu, Om, hehehe.”

Setya mendudukkan tubuhnya di sofa, seolah ingin mengontrol anak-anaknya. Melihat sang Ayah yang duduk memperhatikan Haru bermain game itupun Junita melipat bibirnya kedalam.

“Anjing, senjata makan tuan.” Gerutu batinnya.


written by © bblueplanet